

Tabuah Pii1utpuJiit adalah tumbuhan yang jarang kita ternui sekarang, kalau ada barangnya kecil seLwsar hatang tanaman cabe. Tetapi pada masa dulLi ternyata ada pohon pulut—pulut sebesar pohon kelapa, sehingga batang pulut-pulut bisa di jadikan “tabuah’. Dan panggantangnya dan kulit umo.
Tabuah (beduk) merupakan sarana komunikasj yang paling ampuh pada masa dulu bergema sampai ke jantung hati masyarakat. Pada waktu tempo doeloe, kalau tabuah pulut-pulut tersebut sudah diguguah (dibunyikan=dipukul) maka orang kampung mengamati bunyi tabuah pulut-pulut itu. Apakah bunyinya datang dan arah Balairung atau dari rumah Datuak Pucuak. Kemudian diamatinya pula ritme pukulan tabuah tersebut. Dua-dua, atau tiga-tiga, atau empat-empat.
Jika ritmenya dua-dua berarti pemberitahuan bahwa ada orang kampung yang meninggal dunia. Kalau ritmenya tiga-tiga pertanda seorang pemuka nagari atau pemuka adat yang meninggal dunia dan apabila ritmenya empat-empat berarti pemberitahuan bahwa akan ada musyawarah pemangku adat urang ampek jinih (Penghulu, Manti,Malin, dan Dubalang) di Balairung Panjang (Balairung Sari)